Rifertar-Bencana tanah longsor memang tidak dapat diprediksi kapan terjadi, hanya saja beberapa wilayah berpontensi longsor sudah bisa dipetakan. Pemikiran itu yang akhirya mendorong R. Herjuna Sandra Darnastri menciptakan alat deteksi dini tanah longsor tepat guna bersensor cahaya.
Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (TE UMY) itu berharap, alat dapat digunakan pada daerah yang sudah berpotensi longsor, sehingga masyarakat yang berada di sekitarnya dapat menyelamatkan diri ketika ada peringatan akan terjadi longsor.
Apalagi ketika memasuki musim hujan dengan intensitas tinggi. Beberapa wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti Bantul, Gunungkidul, Sleman dan Kulonprogo berpotensi terjadi longsor. "Alat dapat dikoneksikan dengan tanda nyala lampu dan bunyi sirine saat tanah bergeser dalam jarak tertentu,"katanya beberapa waktu lalu.
Menurut dia, beberapa alat deteksi tanah longsor yang diciptakan kebanyakan menggunakan potensiometer untuk mendeteksi terjadi tanah longsor. Namun dalam alatnya, Herjuna menggunakan sensor cahaya pada alat LDR (light dependent resistor) dan LED (light emitting diodes).
Ia menjelaskan, sensor cahaya digunakan karena potensiometer bila digunakan terus menerus dalam jangka waktu tertentu akan menimbulkan kerusakan. Selain menghasilkan nilai yang lebih stabil, alat deteksi dengan sensor cahaya akan lebih mudah dalam pembuatan mekanik dan kalibrasi alat.
Lebih lanjut di jelaskan Harjuna, dalam proses pendeteksiannya, beberapa patok secara paralel ditanamkan di bagian-bagian tanah yang rawan longsor. Patok lalu dihubungkan ke LDR dan LED dengan menggunakan kawat baja elastis. Saat tanah bergeser, patok juga ikut bergerak menarik kawat baja sehingga LED menjauhi LDR.
"Akan diperoleh nilai ADC (analog digital converter) yang dikonversikan menjadi nilai pergeseran tanah dengan satuan sentimeter. Nilai pergeseran itu lalu ditampilkan pada layar LCD (Liquid Crystal Display)", terang Herjuna.
Selain tampilan pergeseran tanah pada LCD, alat ini juga menghasilkan output berupa peringatan dini dengan lampu indikator dan bunyi sirine. Ada tiga warna lampu indikator yang digunakan. Warna hujau menandakan terjadinya pergeseran tanah dua hingga tiga dengan keadaan masih normal.
Lampu kuning menandakan kondisi siaga satu dengan jarak pergeseran tiga hingga empat centimter. Sementara lampu merah berarti siaga dua mulai dari empat cm. "Sementara sirine akan berbunyi pada kondisi siaga tiga dengan jarak lima centimeter atau lebih. Pada alat simulasi ini saya menggunakan alat buzzer untuk menghasilkan suara. Sementara untuk aplikasinya dapat menggunakan alat yang menghasilkan suara yang lebih besar sehingga dapat didengar pada jarak yang lebih jauh" terangnya.
Pergeseran tanah lima centimeter, menurut Herjuna dapat dinyatakan sudah cukup membahayakan atau dapat menimbulkan tanah longsor. Pergeseran tanah lima centimeter akan membentuk rekahan tanah yang cukup besar sebesar lima centimeter.
Jika terjadi hujan, rekahan tanah ini dikahawatirkan akan dialiri air hujan dimana aliran air ini bisa membentuk bidang longsor yang mengakibatkan tanah longsor. "Dengan alat ini, masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor punya waktu untuk menyelamatkan diri dengan melihat lampu indikator dan suara yang ditimbulkan", jelasnya.Sumber....
No comments: